Bahaya Worldcoin Diungkap Pakar AI, Viral di Bekasi

06 Mei 2025
221

Jurnalmedia.co - Ramai jadi perbincangan terkait Worldcoin yang kini telah dibekukan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). 


Langkah tegas dilakukan Komdigi ini karena bahaya dan memiliki risiko tingkat tinggi. 


Para warga di wilayah Jabodetabek khususnya di Bekasi, ramai-ramai melakukan pemindaian iris mata. Aksi ini dilakukan karena dengan iming-iming bisa mengklaim uang hingga Rp800 ribu usai pemindaian tersebut. 


Bahkan ribuan warga rela mengantre untuk bisa melakukan mendapatkan token kripto.


Alexander Tendo Argi Pratama, seorang Tech AI dan Dosen Praktisi di Universitas Indonesia (UI) melalui keterangan tertulis, Selasa (6/5/2025) menyebut, kondisi ini bisa berbahaya pada data pribadi seseorang. 


"Masyarakat berbondong-bondong melakukan scan mata, tanpa memahami risiko data biometrik yang mereka serahkan," ujar dikutip dari IniJabar.com. 


Ia menyebut, Worldcoin merupakan proyek futuristik dari CEO OpenAI, yang mengumpulkan data biometrik pengguna untuk dijadikan World ID dengan imbalan token kripto Worldcoin (WLD). Dari alat Orb, kata Alexander, data akan terscan dari selaput pelangi mata bukan retina. 


"Yang di-scan oleh alat bernama Orb itu sebenarnya adalah iris alias selaput pelangi mata, bukan retina yang ada di belakang bola mata. Teknologi iris recognition memang sudah lama dipakai untuk keamanan karena pola iris tiap orang unik seperti sidik jari," jelasnya.


Argitendo sapaannya memaparkan, alat pemindai iris yang dinamakan Orb tersebut dilengkapi komponen canggih. 


Bagaimana tidak, ada kamera khusus yang dipasangkan, lensa custom, optical filter, hingga Nvidia Jetson Xavier NX.


"Menariknya, jika tujuannya menjangkau semua manusia di bumi, desain Orb justru kontraproduktif. Bentuknya lebih mirip alat pengintai dibanding scanner biasa," papar Argitendo.


Pihak Worldcoin sempat mengklaim, privasi pengguna tetap terjamin karena gambar iris dikonversi menjadi kode terenkripsi dan langsung dihapus dari Orb.


Selain itu, mereka juga menyebut, tidak akan mengungkap data mentah meski melakukan verifikasi. Khususnya melalui dengan menggunakan teknologi "zero-knowledge proof". 


Bagi Alexander hal tersebut sangat sulit untuk dipercaya. 


"Semua klaim yang meminta kita percaya penuh ini sulit diterima di tengah fakta bahwa banyak regulator yang tidak yakin. Misalnya otoritas Spanyol sampai memerintahkan semua data iris yang sempat dikumpulkan World untuk dihapus demi privasi," kata Argitendo.


Fenomena antrean Worldcoin di Indonesia menuai kritik, karena targetnya adalah masyarakat di negara berkembang dengan tingkat literasi digital yang masih rendah.


"Di Indonesia, masalah utamanya adalah minimnya pemahaman. Banyak yang mendaftar World hanya karena tergiur Rp800 ribu tanpa benar-benar tahu apa itu World ID atau risiko dari scan iris," ungkap Argitendo.


"Yang antre pun beragam, dari ibu rumah tangga, ojol, buruh, sampai pelajar. Worldcoin bilang privasi aman dan ada whitepaper, tapi jika pengguna saja tidak paham ke mana data mereka pergi, transparansi itu menjadi dipertanyakan," tambahnya.


Brazil dan Kenya sudah lebih dulu melarang praktik Worldcoin, karena dianggap sebagai eksploitasi privasi dengan imbalan kripto. Di Sudan, masyarakat bahkan dibujuk dengan hadiah AirPods.


"Identitas digital memang krusial di dunia yang penuh AI dan deepfake. Worldcoin punya visi besar, tapi jalannya masih kabur. Solusi masa depan tetap butuh etika hari ini," imbu Argitendo.


Ia menyatakan, kemungkinan pembekuan izin yang dilakukan pemerintah, adalah untuk melindungi data pribadi warga negara Indonesia, terutama data biometrik yang sifatnya permanen dan tidak bisa diganti seperti password.


"Berbeda dengan password, iris melekat seumur hidup. Jika data bocor, kita tidak bisa mengganti 'password' mata kita," pungkas Argitendo.


Dilansir dari whitepaper, Worldcoin sendiri mengklaim bahwa visi mereka untuk menciptakan sistem verifikasi, yang membedakan manusia asli dari entitas AI melalui World ID, serta menjadi fondasi Universal Basic Income (UBI) yang didanai oleh ekonomi AI di masa depan.(*)



Tag

Memuat tag berita...